Anggota Biro Politik Hamas, Izzat Al Rishq, mengomentari kabar soal Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, yang ikut campur dalam menentukan pendirian negara Palestina. Menurutnya, AS tidak berhak menentukan masa depan rakyat Palestina hanya demi kepentingannya di kawasan itu. “Menjual ilusi bahwa Joe Biden mencoba berbicara tentang negara Palestina dan (jenisnya) yang tidak menipu rakyat kami,” katanya, Sabtu (20/1/2024).
Izzat Al Rishq menolak campur tangan AS dalam menentukan masa depan Palestina karena keterlibatan AS dalam mendukung genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza dan kekerasan di Tepi Barat. “Joe Biden adalah mitra penuh dalam perang genosida, dan rakyat kami tidak mengharapkan sesuatu yang baik darinya,” lanjutnya. Ia mencibir AS yang selalu bertindak seolah mereka menjaga Palestina, padahal sebaliknya, AS hanya memperburuk situasi.
"Orang orang (pemerintah AS) ini menganggap diri mereka sebagai penjaga rakyat Palestina. Mereka ingin memilihkan jenis negara yang cocok untuk mereka," katanya, merujuk pada tujuan AS yang memikirkan kepentingannya di kawasan itu. Anggota Hamas itu menegaskan pejuang Palestina akan meraih kebebasan di tanah mereka sendiri. Kronologi Kecelakaan Bus Rombongan SMAN 1 Sidoarjo di Tol Solo Ngawi, Menabrak Truk, 2 Orang Tewas
Kiper Persib Bandung Ini Ingin Segera Lampiaskan Rindu di Laga Uji Coba Melawan Dewa United PSM U 18 Lolos 8 Besar, Pasukan Ramang U 16 Jalani Partai Hidup Mati Kecelakaan Maut, 2 Orang Tewas, Bus Study Tour SMA Tabrak Truk yang Alami Pecah Ban
Tangis Pinkan Mambo Ungkap Perlakuan Keluarga Arya Khan, Takut Tak Diterima: Udah Keseringan Dibuang Halaman all Kronologi Kecelakaan Maut, Bus Tabrakan dengan Truk yang Pecah Ban, 1 Guru Tewas Kecelakaan Maut di Jember, Dua Motor Adu Banteng 1 Tewas, Bermula Hindari Marka Jalan
Terkuak Kebohongan Pelaku Carok 2 Vs 4 di Madura, Adik Dijebak Lawan Pendekar : Taunya Dipukul Halaman all “Setelah puluhan ribu orang menjadi martir dan terluka di Jalur Gaza dan Tepi Barat, rakyat Palestina akan merebut negara mereka di mana mereka akan hidup dalam kebebasan dan martabat, sebagaimana layaknya pengorbanan mereka,” kata Izzat Al Rishq, dikutip dari Al Jazeera . Ia juga menyinggung posisi AS yang sejak dulu diam diam membahas masa depan Gaza.
“Seratus hari yang lalu, pembicaraan Amerika Serikat adalah tentang Gaza pasca (pemerintahan) Hamas, dan hari ini menjadi tentang Israel pasca (pemerintahan) Netanyahu!” lanjutnya. Sebelumnya, Presiden AS, Joe Biden, melalui John Kirby menyatakan mengenai kemungkinan pembentukan negara Palestina pada Jumat (19/1/2024). "Presiden masih percaya pada prospek dan kemungkinan solusi dua negara. Dia menyadari bahwa hal itu akan membutuhkan banyak kerja keras," kata John Kirby, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Jumat.
Amerika Serikat, pendukung utama Israel, meminta Israel untuk membatasi jumlah korban sipil, dan menegaskan kembali dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina (dan bentuk bentuknya), yang ditolak oleh pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu. Media Axios mengutip sumber pemerintah AS, mengatakan Joe Biden baru baru ini mengadakan diskusi tentang pembentukan negara Palestina yang berpotensi mengalami demiliterisasi. Joe Biden percaya bahwa pembentukan negara Palestina yang demiliterisasi adalah ide yang menarik, menurut sumber itu.
Sumber itu menekankan Joe Biden berdiskusi melalui panggilan telepon kemarin, Jumat, dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang kemungkinan ciri ciri negara Palestina di masa depan yang harus dinegosiasikan. Segera setelah Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), Israel meluncurkan serangan besar besaran di Jalur Gaza. Kematian warga Palestina di Jalur Gaza mencapai jiwa sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Sabtu (20/1/2024).
Tercatat kematian di wilayah Israel selama konflik terbaru dengan Hamas. Selain itu, dilaporkan ada kematian warga Palestina di Tepi Barat hingga Kamis (18/1/2023). Israel memperkirakan, masih ada kurang lebih sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran sandera dengan tahanan Palestina pada akhir November 2023.